Jumat, 01 April 2011

Sederhana Dalam Berinfak



Oleh: Muhammad Gufron Hidayat

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Israa’: 29).
Ada dua hal yang perlu dikaji dari ayat di atas. Pertama, penggalan ayat yang menegaskan bahwa dalam memberi, manusia hendaknya tidak kikir mengurangi infak yang sewajarnya dikeluarkan (iqtaar). Kedua, penggalan ayat yang menjelaskan bahwa dalam berinfak dilarang berlebih-lebihan (israaf).
Ada beberapa pendapat mengenai ayat ini, Ibrahim dan Abu Abdullah al-Makhzumi al-Makki berpendapat bahwa israaf adalah melampaui ambang batas sewajarnya, sementara iqtaar adalah mengurangi dari bagian yang semestinya dipenuhi.
Al-Raghib al-Asfahani berpendapat, bahwa infak terbagi menjadi dua macam, infak mamduuh dan madzmuum. Mamduh adalah infak yang mendorong seseorang untuk berlaku adil atau infak yang wajar, contoh memberi nafkah untuk keluarga yang dengannya ia mendapat pahala. Sedangkan madzmuum terbagi menjadi dua yaitu menghambur-hamburkan harta secara berlebihan dan membelanjakannya kurang dari batas minimal, bahkan cendrung menahannya untuk diri sendiri.
Sementara itu Abu Ja’far menegaskan bahwa israaf pada konteks infak yaitu melampaui kadar yang dibolehkan Allah, dan iqtaar yaitu mengurangi dari jatah yang telah ditetapkan-Nya. Beliau juga menegaskan untuk bersikap sederhana yaitu berada di antara dua kondisi itu. 
Islam sangat menganjurkan untuk berinfak tetapi dengan efisien, proporsional dan seimbang. Tidak mengeluarkannya secara berlebihan, melebihi kebutuhan si penerima sehingga sang pemberi menyesal di kemudian hari, atau kikir menumpuk harta  untuk kebutuhan dirinya sendiri. Islam memberikan konsep keadilan, tidak boros tetapi juga tidak pelit. 

Allah SWT berfirman,
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67).
Ayat itu mengisaratkan bahwa dalam berinfak kita hendaknya bersikap tawassuth (sederhana), tidak boros tetapi juga tidak kikir. Berlebih-lebihan berpotensi merusak jiwa, harta dan lingkungan sekitar, sedangkan bersifat kikir berarti tidak mengoptimalkan penggunaan harta, baik bagi kebutuhan pribadi atau lingkungan masyarakat. Wallahu a’lam.

TENTANG PENULIS
MUHAMMAD GUFRON HIDAYAT, Penggiat Kajian Keagamaan. Tinggal di Jakarta. Phone 085780110374. No. rek. 9009774599 Muamalat Cabang Buah Batu, Bandung a.n. Muhammad Gufron Hidayat.
E-mail cibaymarkaz@yahoo.com. 





1 komentar: